Cari Blog Ini

Rabu, 09 Maret 2011

KEPUASAN KERJA


Kepuasan Kerja
1. Pengertian Tentang Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja seseorang adalah merupakan suatu perasaan yang bersifat individual, setiap orang akan mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda tergantung dari cara penilaian oleh diri individu yang bersangkutan. Locke (1976) dikutip oleh Berry dan Houston (1993) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai “suatu keadaan emosional yang positif atau menyenangkan yang berasal dari penilaian kerja atau pengalaman kerja seseorang”. As’ad (2000) menyatakan bahwa kepuasan kerja dalam batasan yang sederhana adalah merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Batasan tersebut di atas melihat kepuasan kerja sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan kerjanya. Determinasi kepuasan kerja menurut batasan ini meliputi individu (individual differences) maupun situasi lingkungan pekerjaan. Menurut Robbins (1991) kepuasan kerja adalah perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Pekerja yang mempunyai kepuasan kerja akan lebih produktif daripada pekerja yang tak terpuaskan. Berdasarkan berbagai definisi tentang kepuasan kerja yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan individu terhadap penilaian puas atau tidak puasnya pada pekerjaan, dan lingkungan kerjanya.
2. Teori Kepuasan Kerja
Berdasarkan Discrepancy Theory yang dikemukakan oleh Locke dikutip oleh Wexley dan Yukl (dalam Muhaimin, 2004:3-4), kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja dengan sejumlah aspek pekerjaan tergantung pada selisih (discrepancy) apa yang seharusnya ada (yaitu harapan, kebutuhan, dan nilai-nilai) dengan apa yang menurut perasaan dan persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaannya. As’ad (2000) tentang Equity Theory, menjelaskan bahwa tenaga kerja akan merasa puas dan tidak puas, tergantung pada karyawan yang merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas sesuatu situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh karyawan dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain. Menurut Two – Factors Theory, kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja berbeda secara kualitatif, dapat digolongkan menjadi dua karakteristik yaitu :
1. Dissatisfiers atau faktor hygiene yaitu meliputi : upah, supervisi, interpersonal relation, kondisi kerja, keamanan kerja dan status. Jumlah faktor hygiene diperlukan untuk mengisi biologic drive dan basic need seperti rasa aman dan afiliasi. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi orang akan menjadi tidak puas, tetapi belum tentu semua pekerja menjadi tidak puas. Karena kepuasan itu bersifat relatif dan individualistis.
2. Satiesfiers atau motivator : adalah karakteristik pekerjaan yang berhubungan dengan tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dan bersifat psikologik, meliputi pekerjaan yang menyenangkan dan penuh tantangan, penuh tanggung jawab  dan kesempatan berprestasi, penghargaan dan kebaikan. Jumlah satisfiers yang tidak memadai membuat pekerja tidak memperoleh pengalaman kepuasan psikologik, tetapi tidak mempengaruhi dalam ketidakpuasan kerja.
Dalam Two factors theory, ketidakpuasan dan kepuasan kerja merupakan dua  hal yang berbeda. Artinya, kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu, dalam pengertian tidak selalu bersamaan (dalam As’ad, 2000).
3. Faktor-Faktor Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (1991) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja yaitu :
a. Sifat pekerjaan : setiap tenaga kerja mempunyai Need of Achievcment, yaitu suatu kebutuhan untuk berprestasi dan menghadapi tantangan, apabila kebutuhan ini terpenuhi maka individu akan merasa puas.
b. Reward, meliputi : gaji, insentif atau bonus, dan sistem promosi yang disesuaikan dengan tuntutan pekerjaan, keterampilan tenaga kerja, dan gaji atau upah yang standar.
c. Teman kerja, meliputi : hubungan antar sesama tenaga kerja maupun atasan dengan bawahan. Perilaku atasan yang bersikap penuh pengertian dan menghargai pendapat bawahan dapat meningkatkan kepuasan tenaga kerja.
d. Kesesuaian antara kepribadian dengan pekerjaan : kepribadian tenaga kerja yaitu, bakat dan kemampuan yang sesuai dengan pekerjaan dapat membuat tenaga kerja merasa lebih sukses, dan kemungkinan mendapat kepuasan kerja menjadi lebih besar.
e. Kondisi kerja : menyangkut keleluasaan dan kemudahan tenaga kerja dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Apabila hal tersebut terpenuhi, maka tenaga kerja akan merasa puas. Kondisi tersebut antara lain; suhu ruang kerja, pencahayaan, kebisingan, dan tersedianya peralatan kerja yang memadai.
Pendapat lainnya tentang faktor-faktor penyebab kepuasan kerja menurut Gilmer (dalam As’ad, 2000) adalah :
a. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
b. Keamanan kerja. Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama bekerja.
c. Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
d. Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.
e. Pengawasan. Bagi karyawan pengawas dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya. Pengawasan yang buruk mengakibatkan absensi dan perpindahan.
f. Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
g. Kondisi kerja. Termasuk disini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir.
h. Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puasnya dalam bekerja.
i. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat atau prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar